Rabu, 21 Desember 2011

Solusi Bagi Umat Muslim Dalam Melakukan Aktivitas Keuangan Melalui Koperasi Simpan Pinjam

          Sebagai organisasi ekonomi, koperasi memiliki berbagai kegiatan dalam usaha perekonomiannya, misalnya produksi, distribusi, simpan-pinjam, dan lain-lain. Beberapa koperasi mengubah bahan mentah menjadi bahan jadi untuk selanjutnya dapat dikonsumsi oleh anggota dan masyarakat lainnya, ada juga koperasi yang hanya menyalurkan barang jadi ke daerah tempat koperasi tersebut berada, dan bahkan untuk memenuhi tujuannya mensejahterakan anggota, koperasi juga membuka jenis usaha yang disebut simpan-pinjam.
          Koperasi simpan-pinjam dalam prakteknya mengumpulkan dana dari para anggota untuk selanjutnya dapat disalurkan sebagai kredit bagi anggota yang mengalami kekurangan dana atau membutuhkan dana lebih. Saat meminjamkan sejumlah dana pada seorang anggota, koperasi membuat perjanjian atau kesepakatan bahwa si peminjam (debitur) harus mengembalikan dana tersebut sebanyak yang diberikan oleh koperasi, ditambah dengan sejumlah tambahan uang yang jumlahnya disepakati di awal melalui sistem perhitungan tertentu, misalnya melalui persentase. Dan selanjutnya si peminjam (kreditur) akan mencicil secara bulanan untuk melunasi hutangnya.
          Masalahnya praktek seperti ini sama persis dengan apa yang dilakukan oleh Bank Konvensional mengenai unsur bunga yang hukumnya adalah riba. Seperti halnya Bank Syariah yang dibentuk untuk menghindari riba, koperasi juga bertindak sama dengan membentuk Koperasi Syariah, yang lebih mendasarkan kegiatan operasinya pada syariat-syariat yang telah ditentukan oleh Allah S.W.T.
          Prinsip-prinsip syariah memiliki banyak definisi, di antaranya Adi Warman selaku konsultan Kospin Jasa Syariah, berpendapat: “Prinsip-prinsip ekonomi syariah sebenarnya tercermin pada kiat sukses bisnis Rasulullah SAW yang terdiri dari dua prinsip yang saling terkait, yaitu jujur dan cerdas. Dalam melakukan akitifitas bisnis, jika kita jujur tapi tidak cerdas, kita bisa ditipu orang lain. Sebaliknya meskipun kita cerdas tetapi tidak jujur, orang tidak akan mau berbisnis dengan kita,” Ditegaskan pula oleh Adi Warman, “Baik jujur dan cerdas meliputi dua hal, yakni jujur kepada Allah (shidiq) dan jujur kepada sesama manusia (amanah), sedangkan cerdas juga meliputi dua hal yaitu cerdas dalam membaca situasi (fathonah) dan cerdas dalam upaya meyakinkan orang lain (tabligh)”.
          Dalam beberapa kegiatan Koperasi Syariah memang tidak menyimpang dari Syariat yang ditetapkan di dalam Islam, namun ada satu hal yang tidak disangka sebelumnya telah melanggar Syariat Islam, yaitu konsep Biaya Provisi. Penggunaan konsep biaya provisi misalnya ada anggota koperasi yang meminjam uang Rp. 100 ribu selama 1 bulan maka di kenakan biaya Rp 5000 dan provisi 1% dari 100 ribu, jadi total diterima adalah 94.000. dari peristiwa di atas jelas memberikan gambaran adanya pengurangan jumlah pinjaman yang diinginkan oleh anggota koperasi. Jumlah uang pinjaman yang dikurangi tersebut masuk menjadi keuntungan bagi pihak koperasi.
          Penerapan sistem syariah telah terlebih dahulu berlaku pada lembaga keuangan lainnya semisal bank. Bank Syariah telah menerapkan sistem bagi hasil di mana uang yang diserahkan oleh bank dianggap sebagai bantuan modal usaha, kemudian digunakan oleh si peminjam untuk melaksanakan usahanya, dan pihak bank berhak mendapatkan bagian dari keuntungan yang diperoleh melalui usaha tersebut.

Tantangan yang Umum di Hadapi Koperasi Dalam Era Globalisasi

Globalisasi ekonomi tidak lebih dari arus ekonomi liberal yang menurut Mubyarto mengandung pembelajaran tentang paham ekonomi Neoklasik Barat yang lebih cocok untuk menumbuhkan ekonomi (ajaran efisiensi), tetapi tidak cocok untuk mewujudkan pemerataan (ajaran keadilan). Pengalaman menunjukkan bahwa krisis ekonomi yang melanda Indonesia di tahun 1997 merupakan akibat dari arus besar “globalisasi” yang telah menghancur-leburkan sendi-sendi kehidupan termasuk ketahanan moral bangsa. Sebagai perkumpulan orang, Koperasi Indonesia di era global akan selalu berhadapan dengan arus tatanan ekonomi liberal. Namun diakui bahwa koperasi memiliki anggota dari berbagai lingkungan sosial, budaya, agama dan kaum cerdik pandai yang semuanya menyumbangkan nilai-nilai koperasi. Artinya sifat, watak, etika, moral dan ajaran terbaik yang dianut, dapat dilebur menjadi satu dalam koperasi, hingga selanjutnya membentuk watak dan akhlak koperasi. Jika demikian halnya, menghadapi tantangan globalisasi, koperasi percaya bahwa semua orang dapat dan seharusnya berupaya keras mengendalikan nasibnya sendiri. Artinya, harus mampu menolong diri sendiri. 

Pengembangan diri secara penuh hanya terjadi jika orang-orang bergabung menjadi satu dan secara bersama mencapai tujuan bersamanya. Koperasi dengan semboyan: "satu untuk semua dan semua untuk satu“ dapat meyakinkan bahwa anggota sebagai pemilik koperasi harus mampu bertanggung jawab sendiri maupun bersama-sama demi sehat dan berkembangnya koperasi ke depan. Anggota secara sendiri maupun bersama sebagai pemilik menyatukan kekuasaan, hak, kewajiban dan tanggung jawab dalam satu tangan. Karenanya anggota harus mampu mengendalikan koperasinya secara adil dan bijaksana, terutama dalam pengambilan keputusan. Dalam sistem koperasi, uang betapapun pentingnya adalah tetap abdi dan alat koperasi, bukan majikan. Menghadapi tantangan globalisasi, koperasi mestinya harus mampu memberikan kedudukan dan pelayanan kepada anggota atas dasar persamaan. Dari persamaan, timbul rasa kebersamaan dalam hidup berkoperasi, baik dalam penggunaan hak, kewajiban dan tanggung jawab.

Kebersamaan dan hidup bersama sebagai modal sosial menciptakan rasa saling percaya, kerukunan dan toleransi satu sama lain. Kebersamaan seperti ini yang dikehendaki oleh kegotong-royongan, saling menolong sebagai perwujudan dari asas kekeluargaan. Ini adalah modal yang sangat berharga bagi koperasi dalam menghadapi tantangan globalisasi. Di era globalisasi, keadilan harus tumbuh dalam nurani anggota dan dijabarkan dalam perlakuan adil koperasi terhadap anggotanya. Dalam memanfaatkan hasil usaha, keadilan ini diterjemahkan dalam pembagian SHU anggota, sesuai besarnya jasa anggota kepada koperasi. Di era globalisasi, kesetiakawanan dalam koperasi adalah kekayaan sangat berharga bagi kehidupan kolektif. Karena, koperasi bukan hanya perkumpulan pribadi sebagai anggota, tetapi anggota koperasi secara bersama adalah suatu kolektivitas. Bung Hatta melihat kesetiakawanan dalam masyarakat gotong royong dan dengan benar dijadikan sebagai dasar koperasi di Indonesia. Kesetiakawanan berarti bahwa semua pribadi bersatu membangun koperasi dan gerakan koperasi secara lokal, nasional, regional dan internasional. Kesetiakawanan tumbuh secara timbal balik, karena swadaya dan tolong menolong adalah dua faktor mendasar yang menjadi inti dari falsafah perkoperasian. Falsafah perkoperasian inilah yang sangat membedakan koperasi dari bangun usaha yang lain. Jawaban atas pertanyaan tersebut adalah bahwa prinsip-prinsip koperasi mestinya harus dilihat sebagai sebuah kerangka kerja yang memberdayakan koperasi untuk dapat meraih hari depan.

Prinsip-prinsip ini bukan merupakan ketentuan yang terpisah satu sama lain, tetapi harus dilihat dari keterkaitannya satu sama lain sebagai keseluruhan sistem yang utuh. Tidak ada satu yang lebih penting dari pada yang lain, karena semuanya adalah sama pentingnya. Semua itu bersumber satu, yaitu nilai-nilai koperasi.