Senin, 30 April 2012

Dampak Kenaikan BBM dan Dikaitkan dengan UU

Sebagaimana diketahui hasil rapat Paripurna DPR pada 30 Maret 2012 telah mengamandemen UU No 22 Tahun 2012 tentang APBN Tahun Anggaran 2012 menjadi UU APBNP. Amandemen tersebut terkait dengan naik atau tidaknya harga bahan bakar minyak (BBM) seperti yang diamanatkan UU APBN yang ditetapkan pemerintah pada November 2011 lalu.
Setelah melalui proses politik di DPR, muncullah dua opsi sebagai jalan untuk mengakhiri rapat paripurna itu. Opsi pertama, Pasal 7 ayat 6 tetap dan tidak ada penambahan, sementara opsi kedua, pasal 7 ayat 6 ditambah dengan ayat 6a.
Dari putusan yang diambil melalui pemungutan suara (voting) itu, opsi kedua yang dipilih anggota DPR koalisi (Partai Demokrat, Partai Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Persatuan Pembangunan)  memperoleh 365 suara, sementara sisanya memperoleh 82 suara (Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera). Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Hati Nurani Rakyat walk out dalam pelaksanaan voting itu.
Untuk itu, dengan kemenangan dalam memutuskan opsi tersebut, maka dengan sendirinya UU APBN akan berubah menjadi UU APBNP dengan mencantumkan ayat tambahan di pasal 7, yakni ayat 6a. Namun demikian proses politik itu tak serta merta berjalan mulus sebab hasil paripurna dengan amandemennya itu ditengarai berbagai kalangan menimbulkan ketidakpastian hukum. Malah banyak yang berpendapat bahwa hasil amandemen UU APBN menjadi UU APBNP khususnya di pasal 7 ayat 6 dan ayat 6a bertentangan satu sama lain.
Karenanya bukan tidak mungkin sebagian masyarakat akan melakukan yudisial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan eksistensi pasal 7 ayat 6 dan ayat 6a UU APBNP Tahun Anggaran 2012 ini. Sebab kemungkinan pasca diamandemennya pasal 7 tersebut akan berdampak pada situasi politik maupun ekonomi masyarakat akibat adanya ketidakpastian soal kenaikan harga BBM tersebut.
Implikasi Hukum Amandemen UU APBN
Jika mencermati hasil amandemen UU APBNP tahun Anggaran 2012, maka bisa diketahui bahwa pasal 7 UU itu mendapatkan tambahan ayat di ayat 6, khususnya ayat 6a. Ayat 6 a hasil keputusan rapat paripurna DPR itu berbunyi; dalam hal harga rata-rata minyak Indonesia dalam kurun waktu berjalan mengalami kenaikan atau penurunan rata-rata sebesar 15% dalam enam bulan terakhir dari harga minyak internasional yang diasumsikan dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2012, maka pemerintah berwenang untuk melakukan penyesuaian harga BBM”.
Sedangkan pada ayat 6 itu tidak mengalami perubahan dan tetap sesuai dengan UU APBN sebelumnya yang berbunyi; harga jual eceran BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan
Untuk menjelaskan materi UU APBNP hasil amandemen pada ayat 6a itu, pemerintah melalui Menteri Keuangan menyatakan bahwa harga BBM bersubsidi bisa dinaikkan sewaktu-waktu sebab pasal 7 ayat 6a itu membuka ruang kenaikan bila rata-rata Indonesia Crude Price (ICP) selama enam bulan yang dihitung mundur naik di atas 15 % dari asumsi sebesar US$ 105 per barel. Dengan kata lain, harga BBM akan dinaikkan bila rata-rata ICP di atas US$ 120,75 per barel.
Pasal 7 ayat 6a itu juga menurut pemerintah selalu menghitung enam bulan terakhir, seperti saat ini April, maka mulai dihitung dari Oktober, November, Desember, Januari, Februari dan Maret. Pada bulan Maret 2012 kenyataan yang ada harga ICP itu US$128 per barel, sementara harga rata-rata ICP dalam enam bulan terakhir sudah US$116 per barel atau 11% di atas asumsi APBNP 2012 yang ditetapkan US$105 per barel. Karena belum mencapai 15 % di atas asumsi APBNP, harga BBM belum bisa dinaikkan pada April ini.
Menilik isi dan substansi pasal 7 pasca amandemen itu dikaitkan dengan penjelasan pemerintah, maka dalam satu pasal di UU APBNP itu terdapat dua pengertian yang memiliki tafsir yang berbeda. Di satu sisi dalam materi ayat 6, ditegaskan bahwa dengan sendirinya pemerintah tidak menaikkan harga BBM bersubsidi kendati situasi lonjakan harga minyak dunia mengalami fluktuasi sehingga berdampak pada postur APBN yang mendapat tekanan dari ekses tersebut.
Sementara di pihak lain, melalui ayat 6a, pemerintah memiliki kewenangan untuk menaikkan dan atau menurunkan harga BBM akibat adanya acuan harga minyak internasional yang mengalami kenaikan dan penurunan rata-rata 15%. Artinya dalam ayat 6a ini, mensyaratkan sekaligus kepada pemerintah untuk sewaktu-waktu dapat menaikkan harga BBM kendati dalam ayat 6 pasal 7 UU ini secara tegas pemerintah tidak bisa menaikkan dalam situasi apapun yang terjadi.
Antara ayat 6 dan ayat 6a dalam pasal 7 UU APBNP itu menunjukkan bahwa dalam satu pasal telah terjadi pertentangan satu sama lain, yang menurut aturan dan pembentukkan  UU itu tidak lazim untuk dilakukan. Mengingat dalam pembentukan suatu UU diniscayakan adanya satu kesatuan yang utuh dan bulat dari keseluruhan isi UU itu yang mudah untuk dipahami masyarakat tatkala implementasi UU itu dilakukan pemerintah .
Karenanya dimungkinkan bahwa isi pasal tersebut telah menimbulkan ketidakpastian hukum dalam konteks implementasinya di lapangan. Artinya bagaimana mungkin suatu UU pada akhirnya bisa diberlakukan menurut situasi obyektif yang disyaratkan dengan mengabaikan materi yang terdapat dalam ayat lainnya di pasal tersebut.
Malah ahli Hukum Tata Negara (HTN) Yusril Ihza Mahendra pun mengingatkan, bahwa Pasal 7 Ayat 6a dalam UU itu bertentangan dengan Pasal 28 D dan Pasal 33 UUD 1945 . Yusril dalam hal ini merujuk pada penafsiran MK tahun 2003 ketika pengujian Pasal 28 Undang- undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Di mana ketika itu MK membatalkan pasal 28 UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Dalam amar putusannya MK menyatakan, pasal 28 ayat 2 dan ayat 3 UU no 22 tahun 2011 bertentangan dengan UUD 1945.
Pasal 28 ayat 2 berbunyi; harga bahan bakar minyak dan gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar, sementara ayat 3; pelaksanaan kebijaksanaan harga sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 tidak mengurangi tanggungjawab sosial pemerintah terhadap golongan masyarakat tertentu.
Karena itulah MK melakukan pencabutan atas pasal 28 ayat 2 tersebut yang mengatur kenaikan harga BBM berdasarkan persaingan usaha yang sehat dan wajar (kutipan ayat 2; harga bahan bakar minyak dan harga gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan).

Menurut keputusan MK, campur tangan pemerintah dalam kebijakan penentuan harga haruslah menjadi kewenangan yang diutamakan untuk cabang produksi yang penting dan atau menguasai hajat hidup orang banyak. MK juga mendalilkan bahwa pemerintah dapat mempertimbangkan banyak hal dalam menetapkan kebijakan harga BBM, termasuk harga yang ditawarkan oleh mekanisme pasar.
Bisa dikatakan, pasal 28 ayat 2 dan 3 di mata MK lebih mengutamakan mekanisme persaingan, baru kemudian campur tangan pemerintah sebatas menyangkut golongan masyarakat tertentu. Aturan inilah dipandang MK tidak menjamin makna prinsip demokrasi ekonomi sebagaimana diatur dalam pasal 33 ayat 4 UUD 1945, yang berbunyi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Karenanya tak heran jika ahli HTN, Yusril Ihza Mahendra menyatakan, substansi Ayat 6a itu sama dengan UU Migas sebelum dibatalkan MK. Menurutnya, harga minyak dan gas di dalam negeri diserahkan kepada harga pasar sehingga dapat bersifat fluktuatif. Dalam konteks ini amat mungkin pada akhirnya terbuka peluang bagi masyarakat untuk melakukan yudisial review terhadap pasal 7 ayat 6a dalam UU APBNP Tahun Anggaran 2012 tersebut.
Andai yudisial review dilakukan masyarakat, maka hal yang mencolok untuk dimohonkan kepada majelis hakim MK  adalah menyangkut eksistensi ayat 6 dan ayat 6a dalam pasal 7 UU APBNP itu. Secara terang pasal tersebut satu sama lain saling beroposisi dalam hal penafsiran mengenai kapan kenaikan harga BBM itu dilaksanakan dan berapa rupiah besaran kenaikan yang akan diputuskan.
Kendati jika dilihat dalam bulan April ini, pemerintah masih secara eksplisit menggunakan pasal 7 ayat 6 dengan mempertimbangkan apa yang disyaratkan dalam pasal 7 ayat 6a itu. Saat ini pemerintah masih mengacu pada landasan hukum ayat 6 untuk tidak menaikkan harga BBM. Namun demikian pemerintah pun bisa sewaktu-waktu mengacu pada pasal 7 ayat 6a untuk menaikkan harga BBM sepanjang hal itu dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar kemampuan pemerintah, seperti halnya situasi lonjakan minyak dunia akibat krisis Timur Tengah dan sebagainya.
Setidaknya bisa dikatakan bahwa, kemungkinan jika pasal 7 ayat 6a dibatalkan MK, maka pemerintah dengan sendirinya diminta untuk merevisi bunyi ayat tersebut berdasarkan pertimbangan hukum yang diamanatkan oleh majelis hakim MK. Tentu saja, hal ini akan berimplikasi kepada implementasi kebijakan pemerintah yang secara mutlak tidak bisa lagi mengeluarkan kebijakan untuk menaikkan harga BBM untuk masa selanjutnya di tahun 2012 ini.
Namun jika MK memutuskan sebaliknya, tidak ada jalan lain bagi pemerintah untuk serta merta mengikuti apa yang termaktub dalam bunyi ayat 6a tersebut. Dalam konteks ini, pemerintah memiliki kewenangan mutlak pula untuk mengeluarkan kebijakan mengenai kenaikan harga BBM sepanjang disyaratkan oleh UU APBNP secara keseluruhan itu.
Di luar itu, selama belum ditandatanganinya UU APBNP oleh presiden, naskah UU belum secara resmi bisa diuji materikan terkait persoalan apa dari pasal tersebut yang dimohonkan oleh masyarakat. Namun MK tampaknya membuka peluang bagi masyarakat untuk mendaftarkan uji materi UU APBNP seraya menunggu ditandatanganinya UU itu.
Ketua MK, Mahfud MD menjelaskan, keabsahan pasal 7 ayat 6a UU APBNP 2012 tergantung pihak yang melaporkan ke MK. Menurut Mahfud, laporan uji materi baru bisa dilaksanakan setelah UU ditandatangani presiden yang biasanya diteken setelah tiga bulan. Tiga bulan itu kemudian yudisial review baru bisa diajukan sekaligus memastikan persoalan apa yang dimohonkan oleh pemohon terkait dengan kebijakan kenaikan BBM tersebut.

Implikasi Sosial dan Politik
Secara tidak langsung, diamandemennya UU No 22 Tahun 2011 tentang APBN Tahun Anggaran 2012 menjadi UU APBNP kemungkinan menimbulkan ketidakpastian di masyarakat menyangkut naik atau tidaknya harga BBM. Kendati sejauh ini pemerintah telah memastikan bahwa rencana kenaikan BBM bersubsidi pada 1 April itu tidak jadi untuk diputuskan naik berdasarkan pasal 7 ayat 6 a tersebut karena tidak memenuhi syarat 15 persen, sekaligus mempertimbangkan bunyi ayat 6 itu sendiri.
Namun demikian selama kurun waktu tahun anggaran 2012 ini, pemerintah juga memiliki landasan hukum untuk menaikkan harga BBM berdasarkan pasal 7 ayat 6a itu dengan mengabaikan bunyi ayat 6. Pada titik ini pemerintah memiliki keuntungan yuridis untuk memastikan kenaikan harga BBM  selama tahun anggaran 2012 ini.
Lepas dari hal itu, secara politis, sesungguhnya pemerintah menghadapi dilema ketika kebijakan kenaikan harga BBM akan digulirkan. Di satu pihak, tekanan politik oleh kelompok dari berbagai elemen masyarakat pada pemerintah akan semakin menguat seiring dengan rencana tersebut, di pihak lain pemerintah dihadapi kenyataan adanya tekanan defisit APBN andai tidak ada kebijakan kenaikan BBM. Dengan kata lain, saat ini posisi politik pemerintah berhadapan langsung dengan masyarakat, buah dari proses politik DPR.
Situasi semacam ini kemungkinan akan berimplikasi pada gejolak sosial di masyarakat mengingat tidak adanya kepastian menyangkut naik atau tidaknya BBM di tahun anggaran 2012 ini. Apalagi selama munculnya isu kenaikan harga BBM, diikuti pula oleh kenaikan harga sembako di beberapa daerah walau tidak signifikan angka kenaikannya.
Karena itu setidaknya ada beberapa hal yang muncul pasca amandemen UU APBN 2012 terkait dengan rencana naik atau tidaknya harga BBM itu.
  1. Pemerintah kemungkinan akan kembali mendorong pelaksanaan pembatasan BBM melalui program konversi BBM ke BBG.
  2. Elemen kelompok masyarakat diduga kuat akan mengajukan uji materi ke MK terkait pasal 7 ayat 6a UU APBNP
  3. Kenaikan harga BBM tanpa persetujuan DPR kemungkinan amat rentan munculnya gejolak di masyarakat walaupun pemerintah memiliki kewenangan berdasarkan pasal 7 ayat 6a itu.
sumber : www.starbrainindonesia.com/.../analisis-atas-diamandemennya-uu-no...

Rencana Kenaikan BBM dari sudut UU Konsumen

Jelang rencana kenaikan BBM, yang kemungkinan naik mulai tanggal 1 April 2012, operasi pantauan BBM akan ditingkatkan. Hal tersebut disampaikan Kasi Distribusi Dan Perlindungan Konsumen Disperindag Wonosobo, Ymt.Kasi Bina Usaha, Drs.Oman Yanto,Mm , dalam rapat koordinasi distribusi dan harga BBM di Aula Disperindag, Senin (19,03). Operasi tersebut nantinya dikhususkan pada distribusi BBM, dengan tujuan menghindari terjadinya penimbunan dan penyelundupan BBM di masyarakat, sehingga antisipasi dini perlu dilakukan. Operasi ini nantinya akan melibatkan SKPD terkait, Hiswana Migas, dan Kepolisian dengan melibatkan 8 SPBU yang ada di Wonosobo. Keterlibatan SPBU menjadi sangat penting, mengingat arus distribusi dan pengadaan BBM dari depo-depo milik Pertamina sebelum sampai ke masyarakat, ada di SPBU.

Salah satu yang menjadi perhatian khusus adalah mengenai pedagang eceran yang membeli BBM di SPBU. Sesuai hasil kesepakatan rapat koordinasi hari ini, satu hari menjelang kenaikan harga BBM, semua SPBU dilarang menjual kepada pedagang eceran. Hal ini untuk menghindari kelangkaan stok BBM dan habisnya stok di SPBU, disamping untuk menghindari penimbunan BBM.

Disamping itu, dalam perijinan pedagang eceran, untuk volume pembelian di bawah 5 liter, disepakati tidak perlu rekomendasi surat ijin pembelian dari Disperindag, baru untuk volume pembelian 6 liter ke atas wajib untuk memiliki rekomendasi dari Disperindag. Sementara untuk waktu pelayanan, tidak dibatasi waktunya asalkan tiap SPBU menyiapkan kartu kendali (kardal),sehingga terpantau berapa jumlah pengambilan BBM oleh pengecer.

Tidak dibatasinya jam pembelian ini, bertujuan untuk menghindari terjadinya antrian pembeli BBM, apalagi jelang kenaikan harga BBM, diprediksi akan ada lonjakan jumlah pembeli BBM di SPBU, disamping untuk memberi kesempatan kepada pengecer yang tempat tinggalnya jauh dari SPBU. Sementara salah satu kendala dalam pemberian ijin kepada pengecer adalah adanya penyalahgunaan ijin oleh para pengecer. Menurut Oman, pernah ditemukan di lapangan, ada pengecer yang ternyata menggunakan BBM yang dibeli tidak sesuai dengan peruntukannya yakni untuk dijual secara eceran pada masyarakat, tapi untuk keperluan industri. Hal tersebut tentunya menyalahi aturan yang telah dikeluarkan oleh Pertamina, bahwa BBM dilarang dijual ke sektor industri, ada aturan tersendiri BBM untuk sektor industri. Sanksi yang diterapkan adalah teguran awal, jika tidak diindahkan, ijin rekomendasi akan dicabut.

Dalam rapat yang dihadiri oleh Hiswana Migas Kedu, pengurus SPBU, SKPD terkait dan Polres, wakil Hiswana Migas Kedu, Kaswari, menyampaikan bahwa ini adalah rakor antisipasi rencana kenaikan harga BBM yang pertama di Jawa Tengah. Pihaknya menyampaikan bahwa pemerintah tidak punya pilihan lain untuk mengurangi subsidi BBM selain menaikan harga BBM, opsi yang lain, yakni konversi BBM ke BBG diperlukan investasi yang mahal dan sulit. Untuk subsidi BBM di Wonosobo saja diperkirakan per harinya sekitar 450 juta, sehingga masyarakat diminta untuk menanggapi kenaikan harga BBM ini dengan arif. Kepada semua SPBU Kaswari meminta  untuk menjaga kecukupan stok BBM dan segera membuat kartu kendali serta membuat laporan secara periodik kepada pemerintah daerah melalui Disperindag.

sumber : www.wonosobokab.go.id/.../index.php?...rencana-kenaikan-bbm.

Rencana Kenaikan BBM dilihat Dari Sudut Ekonomi

Dampak Besar Kenaikan BBM
Kenaikan bahan bakar minyak bersubsidi pada 1 April 2012 nanti memang akan sangat berpengaruh di berbagai sektor kehidupan, sebut saja dalam hal harga komoditi dan bahan pokok, transportasi, pariwisata dan bahkan obat-obatan.
Kenaikan harga BBM juga disinyalir kuat akan mempengaruhi sektor pariwisata dalam negeri. Logikanya dalam hukum ekonomi jika harga BBM naik, maka akan berlaku hukum offer and demand yaitu dimana kuantitas permintaan naik, maka penawaran akan turun.
Sebenarnya pemerintah sudah mengantisipasi berbagai kemungkinan yang akan didapatkan terkait dampak yang akan mengiringi kenaikan harga BBM dengan menggulirkan program perlindungan sosial untuk rakyat bawah yang terkena efek domino dari kenaikan harga-harga komoditi akibat kenaikan harga BBM tersebut.
Pemerintah rencana memberikan kompensasi berupa Bantuan Langsung Sementara Masyarakat dengan harapan masyakarat akan mulai dapat menyesuaikan diri terhadap berbagai kemungkinan dari kenaikan BBM sehingga tidak mengganggi mereka menjadi semakin miskin.
Untuk membantu golongan miskin dalam mengahadapi kenaikan harga bahan pokok akibat kenaikan BBM, bantuan BLSM masih sangat diperlukan, namun perlu diingat pula bahwa bantuan BLSM hanya bersifat sementara sehingga masyarakat seharusnya memanfaatkannya untuk mulai membangun kewirausahaan. Mengolah bantuan dana menjadi dana produktif sehingga akan berkembang.
Bagi pemerintah, kebijakan BLSM seharusnya bukan menjadi akhir dari program pengentasan kemiskinan dari dampak kenaikan BBM. Dengan surplus APBN akibat pemutusan subsidi BBM pemerintah harus memanfaatkannya untuk membuat kebijakan dan program yang memungkinan golongan miskin mendapatkan pekerjaan dan perbaikan yang berarti bagi kelangsungan hidup, pendidikan dan kesehatan mereka. Agar ketika BLSM habis, masyarakat tidak kembali miskin.

Jumat, 27 April 2012

Hak Atas Kekayaan Intelektual


A.    Pengertian Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) atau Hak Milik Intelektual (HMI) atau harta intelek (di Malaysia) ini merupakan padanan dari bahasa Inggris Intellectual Property Right. Kata "intelektual" tercermin bahwa obyek kekayaan intelektual tersebut adalah kecerdasan, daya pikir, atau produk pemikiran manusia (the Creations of the Human Mind) (WIPO, 1988:3).
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah hak eksklusif Yang diberikan suatu peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya. Secara sederhana HAKI mencakup Hak Cipta, Hak Paten Dan Hak Merk. Namun jika dilihat lebih rinci HAKI merupakan bagian dari benda (Saidin : 1995), yaitu benda tidak berwujud (benda imateriil).
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) termasuk dalam bagian hak atas benda tak berwujud (seperti Paten, merek, Dan hak cipta). Hak Atas Kekayaan Intelektual sifatnya berwujud, berupa informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sastra, keterampilan Dan sebaginya Yang tidak mempunyai bentuk tertentu. 

B.     Prinsip-Prinsip Hak Atas Kekayaan Intelktual
Prinsip-Prinsip yang terdapat dalam hak atas kekayaan intelektual adalah prinsip ekonomi, prinsip keadilan, prinsip kebudayaan, dan prinsip sosial.
1.      Prinsip Ekonomi
Prinsip ekonomi, yakni hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif suatu kemauan daya fikir manusia yang diekspresikan dalam berbagai bentuk yang akan memberikan keuntungan kepada pemilik yang bersangkutan.
2.      Prinsip  Keadilan
Prinsip keadilan, yakni didalam menciptakan sebuah karya atau orang yang bekerja membuahkan suatu hasil dari kemampuan intelektual dalam ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang akan mendapat perlindungan dalam pemiliknya.
3.      Prinsip Kebudayaan
Prinsip kebudayaan, yakni perkembangan ilmu pengetahuan, sastra, dan seni untuk meningkatkan kehidupan manusia. Dengan menciptakan suatu karya dapat meningkatkan taraf kehidupan, peradaban, dan martabat manusia yang akan memberikan keuntungan bagi masyarakat, bangsa, dan negara.
4.      Prinsip Sosial
Prinsip sosial, (mengatur kepentingan manusia sebagai warga negara), artinya hak yang diakui oleh hukum dan telah diberikan kepada individu merupakan satu kesatuan sehingga perlindungan diberikan berdasarkan keseimbangan kepentingan individu dan masyarakat.

C.    Klasifikasi Hak Atas Kekayaan Intelektul
Berdasarkan WIPO hak atas kekayaan intelektual dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu hak cipta ( copyrights), dan hak kekayaan industri (industrial property rights).
1)      Hak Cipta ( copyrights )
Hak eksklusif yang diberikan negara bagi pencipta suatu karya (misal karya seni untuk mengumumkan, memperbanyak, atau memberikan izin bagi orang lain untuk memperbanyak ciptaanya tanpa mengurangi hak pencipta sendiri.

UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak yang mengatur karya intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan diberikan pada ide, prosedur, metode atau konsep yang telah dituangkan dalam wujud tetap.

Untuk mendapatkan perlindungan melalui Hak Cipta, tidak ada keharusan untuk mendaftarkan. Pendaftaran hanya semata-mata untuk keperluan pembuktian belaka. Dengan demikian, begitu suatu ciptaan berwujud, maka secara otomatis Hak Cipta melekat pada ciptaan tersebut. Biasanya publikasi dilakukan dengan mencantumkan tanda Hak Cipta.

2)      Hak Kekayaan Industri (Indutrial Property Rights)
Hak kekayaan industri (industrial property rights) adalah hak yang mengatur segala sesuatu tentang milik perindustrian, terutama yang mengatur perlindungan hukum.
Hak kekayaan industri (industrial property rights) berdasarkan pasal 1 konvensi paris mengenai perlindungan hak kekayaan industri tahun 1883 yang telah direvisi dan di amandemen pada tanggal 2 oktober 1979, meliputi:
a.       Paten
b.      Merek
c.       Varietas tanaman
d.      Rahasia dagang
e.       Desain industri
f.       Desain tata letak sirkuit terpadu.

D.    Dasar Hukum Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
Pengaturan hukum terhadap hak kekayaan inteletual di Indonesia dapat ditemukan dalam:
1.      Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
2.      Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
3.      Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek
4.      Undang-Undang No. 29 Tahun 2000 tentang Varietas Tanaman
5.      Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
6.      Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
7.      Undang-Undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

E.     Hak Cipta
·         Pengertian Hak Cipta
Dalam pasal 1 Ayat 1 UU No. 19 Tahun 2002 tentang hak cipta, dinyatakan bahwa hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut perundang-undangan yang berlaku.
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, immajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi. Oleh karena itu, ciptaan merupakan hasil setiap karya pencipta yang menunjukkan dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni atau sastra.
Hak cipta terdiri dari atas hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral rights).
Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk hak terkait, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapuskan tanpa alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan.
Dengan demikian hak cipta tidak dibaerikan kepada ide atau gagasan karena karya cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi, dan menunjukkan keaslian sebagai ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreativitas, atau keahlian sehingga ciptaan itu dapat dilihat, dibaca, atau didengar.

·         Fungsi dan Sifat Hak Cipta
Berdasarkan pasal 2 UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak cipta, hak cipta merupakan hak ekskusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut perundang-undangan.
Hak cipta yang dimiliki oleh pencipta yang setelah penciptanya meninggal dunia menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat dan hak cipta tersebut tidak dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum.
Sementara itu berdasarkan pasal 5 sampai dengan pasal 11 UU No. 19 Tahun 2002 tentang hak cipta, yang dimaksud dengan pencipta adalah sebagai berikut:
a)      Jika suatu ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh dua atau lebih, yang dianggap sebagai pencipta ialah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan itu atau dalam hal tidak ada orang tersebut yang dianggap sebagai pencipta adalah orang yang menghimpunnya dengan tidak mengurngi hak cipta masing-masing atas bagian ciptaannya itu.
b)      Jika suatu ciptaan yang dirancang seseorang diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang, penciptanya adalah orang yang merancang ciptaan ittu.
c)      Jika suatu ciptaan dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, pemegang hak cipta adalah pihak yang untuk dan dalam dinasnyya ciptaan itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak pencipta apabila penggunaan ciptaan itu diperluas sampai keluar hubungan dinas.
d)     Jika suatu ciptaan dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan pihak ang membuat karya cipta itu dianggap sebagai:
a.       Seni rupa dalam segala bentuk, seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, dan seni terapan
b.      Arsitektur
c.       Peta
d.      Seni batik
e.       Fotografi
f.       Sinematografi
g.      Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database.
Sementara itu, yang tidak ada hak cipta meliputi:
a)      Hasil rapat terbuka lembaga-lembaga negara
b)      Peraturan perundang-undangan
c)      Pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah
d)     Putusan pengadilan atau penetapan haki
e)      Keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.

·         Masa Berlaku Hak Cipta
Dalam pasal 29 sampai dengan pasal 34 UU No. 19 Tahun 2002 tentang hak cipta diatur masa/jangka waktu untuk suatu ciptaan. Dengan demikian, jangka waktu tergantung dari jenis ciptaan.
a)      Hak cipta atas suatu ciptaan selama hidup pencipta dan terus menerus berlangsung hingga 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia. Ciptaan yang dimiliki oleh dua orang atau lebih, hak cipta berlaku selama hidup pencipta pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung hingga 50 tahun setelah pencipta yang hidup terlama meninggal, antara lain:
§  Buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lain
§  Lagu atau musik dengan atau tanpa teks
§  Drama atau drama musikal, tari, koreografi
§  Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, dan ciptaan lain yang sejenis.
b)      Hak atas cipta dimiliki atau dipegang oleh suatu badan usaha hukum berlaku selama 50tahun sejak pertama kali diumumkan, antara lain:
§  Program komputer
§  Sinematografi
§  Fotografi
§  Database, dan
§  Karya hasil pengalihan wujud
c)    Untuk perwajahan karya tulis yang diterbitkan berlaku selama 50tahun sejak pertama kali diterbitkan.
d)   Untuk ciptaan yang tidak diketahui siapa penciptanya dan peninggalan sejarah dan prasejarah benda budaya nasional dipegang oleh negara, jangka waktu berlaku tanpa batas waktu.
e)   Untuk ciptaan yang belum diterbitkan dipegang oleh negara, ciptaan yang sudah diterbitkan sebagai pemegang hak cipta dan ciptaan sudah diterbitkan tidak diketahui pencipta dan penerbitnya oleh negara dengan jangka panjang waktu selama 50 tahun sejak ciptaan tersebut pertama kali diketahui secara umum.
f)    Untuk ciptaan yang sudah diterbitkan sebagai pemegang hak cipta jangka waktu berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali diterbitkan.

·         Pendaftaran Ciptaan
Pendaftaran tidak merupakan kewajiban untuk mendapatkan hak cipta sehingga dalam daftar umum pendaftaran ciptaan tidak mengandung arti sebagai pengesahan atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari ciptaan yang didaftar. Selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya atau membaerikan persetujuan kepada persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakan. Dengan demikian invensi (penemuan)adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik dibidang teknologi, dapat berupa produk atau proses atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.


F.     Hak Paten
·         Pengertian Hak Paten
Pengertian hak paten bisa dilihat didalam Undang-Undang, lebih tepatnya Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001. Undang-Undang telah menyebutkan bahwa pengertian hak paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi selama waktu tertentu. Seseorang inventor dapat melaksanakan sendiri invensinya atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Syarat mendapatkan hak paten ada tiga yaitu penemuan tersebut merupakan penemuan baru. Yang kedua, penemuan tersebut diproduksi dalam skala massal atau industrial. Suatu penemuan teknologi, secanggih apapun, tetapi tidak dapat diproduksi dalam skala industri (karena harganya sangat mahal / tidak ekonomis), maka tidak berhak atas paten. Yang ketiga, penemuan tersebut merupakan penemuan yang tidak terduga sebelumnya (non obvious). Jadi bila sekedar menggabungkan dua benda tidak dapat dipatenkan. Misalnya pensil dan penghapus menjadi pensil dengan penghapus diatasnya. Hal ini tidak bisa dipatenkan.

·         Lingkup Paten
Paten diberikan untuk invensi yang baru dan mengandung langkah inventif serta dapat diterapkan dalam industri.
Namun, suatu invensi merupakan hal ang tidak dapat diduga sebelum dan harus dilakukan dengan mempehatikan keahlian yang ada pada saat pertama kali diajukan permohonan.
Dengan demikian, invensi dianggap baru jika pada tanggal penerimaan invensi tersebut tidak sama dengan teknologi yang diungkapkan sebelumnya. Oleh karena itu, suatu invensi dapat diterapkan dalam industri jika invensi dapat dilaksanakan dalam industri sesuai dengan apa yang diuraikan dalam permohonan.
Setiap invensi berupa produk atau alat yang baru dan mempunyai nilai kegunaan praktis disebabkan oleh bentuk, konfigurasi, kontruksi, atau komponennya dapat memperoleh perlindungan hukum dalam bentuk panen sederhana.
Sementara itu, paten yang tidak diberikan untuk invensi meliputi sebagai berikut:
a)      Proses/produk, pengumuman, penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, ketertiban umum, atau kesusilaan.
b)      Metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia atau hewan.
c)      Teori ang metode dibidang ilmu pengetahuan dan metematika, atau semua makhluk hidup, kecuali jasad renik, proses biologi yanf esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses nonbiologis atau mikrobiologis.

·         Jangka Waktu Paten
Bersadarkan pasal 8 UU No. 14 Tahun 2001 tentang paten, paten diberikan untuk jangka waktu selama 20 tahun, terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu tidak dapat diperpanjang, sedangkan untuk paten sederhana diberikan jangka waktu 10 tahun, terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu tidak dapat diperpanjang. Oleh karena itu, tanggal dimulai dan berakhirnya jangka waktu paten dicatat dan diumumkan.

·         Permohonan Paten
Sementara itu, paten diberikan atas dasar permohonan. Setiap permohonan hanya dapat diajukan untuk satu invensi atau beberapa invensi yang merupakan satu kesatuan invensi.
Dengan demikian, permohonan paten diajukan dengan membayar biaya  kepada Direktorat Jendral Hak Paten Departemen Kehakiman dan HAM untuk memperoleh sertifikat paten sebagai bukti hak atas paten. Dengan demikian, paten mulai berlaku pada tanggal diberikan sertifikat paten dan berlaku surut sejak tanggal penerimaan.
Namun, permohonan dapat berubah dari paten menjadi paten sederhana. Sebaliknya, perubahan ini dilakukan oleh permohonan dengan tetap memperhatikan ketentuan dalam perundang-undangan.

·         Pengalihan Paten
Berdasarkan pasal 66 UU No. 14 Tahun 2001 tentang paten, paten dapat beralih atau dialihkan baik seluruh maupun sebagian karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
Sementara itu, setiap segala bentuk pengalihan paten wajib dicatat dan diumumkan di Direktorat Jenderal pengalihan paten yang tidak sesuai dengan di atas tidak sah dan batal demi hukum. Dengan demikian, pengalihan hak tidak menghapus hak inventor untuk tetap dicantumkan nama dan identitasnya dalam paten yang bersangkutan.

·         Lisensi Paten
Pemegang paten berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan hukum sebagaimana perjanjian berlangsung untuk jangka waktu lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh wlayah negara Republik Indoonesia. Namun, perjanjian lisensi harus dicatat dan diumumkan dengan dikenakan biaya. Sementara itu, pelaksanaan lisensi wajib disertai pembayaran royalti oleh penerima lisensi kepada pemegang paten, besarnya royyalti yang harus dibayarkan ditetapkan oleh direktorat jenderal.
 
·         Paten Sederhana
Paten sederhana hanya diberikan untuk satu invensi, dicatat, dan diumumkan di Direktorat Jenderal sebagai bukti hak kepada pemegang hak sederhana diberikan sertifikat paten sederhana. Selain itu, paten sederhana tidak dapat dimintakan lisensi wajib.

·         Penyelesaian Sengketa
Pemegang paten atau penerima lisensi berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada pengadilan niaga terhadap siapa pun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dengan perundang-undangan ini. Namun, jika dalam keputusan pengadilan niaga tidak memberikan kepastian para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.

·         Pelanggaran Terhadap Hak Paten
Pelanggaran terhadap hak paten merupakan tindakan delik aduan, seperti diatur dalam pasal 130 samapai dengan pasal 135 UU no. 14 Tahun 2002 tentang paten, dapat dikenakan hukum pidana dan perampasan oleh negara untuk dimusnahkan.

G.    Hak Merek
·         Pengertian Hak Merek
Berdasarkan pasal 1 UU No. 15 Tahun 2001 tentang merek, merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.

·         Jenis-Jenis Merek
Jenis-jenis merek dapat dibagi menjadi merek dagang, merek jasa, dan merek kolektif.
a)      Merek Dagang
Merek dagang merupakan merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenisnya.
b)     Merek Jasa
Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
c)      Merek Kolektif
Merek kolektif merupakan merek yang digunakan pada barang/jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau hal sejenis lainnya.
d)     Merek yang Tidak Dapat Didaftar
Apabila merek didasarkan atas permohonan dengan iktikad tidak baik maka merek tidak dapat didaftar apabila mengandung salah satu unsur:
o   Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum
o   Tidak memiliki daya pembeda
o   Telah terjadi milik umum.


H.    DESAIN INDUSTRI
·         Pengertian dan Istilah
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri menyebutkan bahwa Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan. Beberapa istilah yang sering digunakan dalam Desain Industri antara lain:
Pendesain: seseorang atau beberapa orang yang menghasilkan desain industri.
Hak Desain Industri: Hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pendesain atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
·         Lingkup Desain Industri
a.      Desain Industri yang Dilindungi
Hak desain industri diberikan untuk desain industri yang baru, yaitu apabila pada tanggal penerimaan permohonan desain industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan sebelumnya.
      b.      Desain Industri yang Tidak Dilindungi
     Hak desain industri tidak dapat diberikan apabila suatu desain industri bertentangan     dengan:
o   Peraturan perundang-undangan yang berlaku
o   Ketertiban umum
o   Agama


·         Bentuk dan Lama Perlindungan
Bentuk perlindungan yang diberikan kepada Pemegang Hak Desain Industri adalah hak eksklusif untuk melaksanakan Hak Desain Industri yang dimilikinya dan berhak melarang pihak lain tanpa persetujuannya untuk membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan/atau mengedarkan barang yang telah diberikan Hak Desain Industrinya. Sebagai pengecualian, untuk kepentingan pendidikan sepanjang tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pemegang Hak Desain Industrinya, pelaksanaan hal-hal di atas tidak dianggap pelanggaran. Perlindungan terhadap Hak Desain Industri diberikan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak tanggal penerimaan.

·            Pelanggaran dan Sanksi
 Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak membuat, memakai, menjual, mengimpor,  mengekspor dan mengedarkan barang yang diberi hak desain industri tanpa persetujuan, dipidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Tindak pidana dalam desain industri merupakan delik aduan.

·         Pendaftaran Desain Industri
Untuk memperoleh perlindungan Desain Indutsri, suatu kreasi harus didaftarkan ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual-Departemen Hukum dan HAM (Ditjen HKI-Dephuk & HAM).

I. Rahasia Dagang
·         Pengertian dan Dasar Hukum Rahasia Dagang
Rahasia Dagang adalah Informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.

·         Lisensi
Lisinsi adalah izin yang diberikan oleh pemilik rahasia dagang kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu rahasia dagang yang diberi perlindungan dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu.
Perjanjian Lisensi wajib  dicatatkan  pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dan dikenai biaya. Yang “wajib dicatatkan” pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual hanyalah mengenai data yang bersifat administratif dari perjanjian lisensi dan tidak mencakup substansi rahasia dagang yang diperjanjikan.

·         Pengalihan
§  Hak Rahasia Dagang dapat beralih atau dialihkan dengan
§  Pewarisan
§  Hibah
§  Wasiat
§  Perjanjian tertulis
§  sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
Ø  Pengalihan Hak Rahasia Dagang disertai dengan dokumen tentang pengalihan hak.
Ø  Segala bentuk pengalihan Hak Rahasia Dagang wajib dicatatkan pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan dikenai biaya.
Ø  Pengalihan Hak Rahasia Dagang yang tidak dicatatkan pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual tidak berakibat hukum pada pihak ketiga.
Ø  Pengalihan Hak Rahasia Dagang diumumkan dalam Berita Resmi Rahasia Dagang.

·         Lingkup Rahasia Dagang
Lingkup perlindungan Rahasia Dagang meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.

·         Subyek (Pemegang) Hak Atas Rahasia Dagang
Pemegang hak atas rahasia dagang diartikan sebagai pemilik rahasia dagang atau pihak lain yang menerima hak dari pemilik rahasia dagang.

·         Perlindungan Rahasia Dagang
Rahasia Dagang mendapat perlindungan apabila informasi tersebut bersifat rahasia, mempunyai nilai ekonomi, dan dijaga kerahasiaannya melalui upaya sebagaimana mestinya.
Informasi dianggap bersifat rahasia apabila informasi tersebut hanya diketahui oleh pihak tertentu atau tidak diketahui secara umum oleh masyarakat.

·         Hak Pemilik (Pemegang) Rahasia Dagang
Pemilik Rahasia Dagang memiliki hak untuk :
o   Menggunakan sendiri Rahasia Dagang yang dimilikinya
o   Memberikan Lisensi kepada atau melarang pihak lain untuk menggunakan Rahasia Dagang atau mengungkapkan Rahasia Dagang itu kepada pihak ketiga untuk kepentingan yang bersifat komersial.

Sumber:
-          konsultanhki.com/rahasia-dagang
-          zaki-math.web.ugm.ac.id/matematika/etika_profesi/HAKI_09.ppt
-          Advendi S & Elsi Kartika S
-          www.adipedia.com › Ekonomi
-          rks.ipb.ac.id/index.php?option=com_content&view=article...R