Kamis, 03 Mei 2012

Mengajak Petani Mandiri (Berbisnis)

PENDAHULUAN

Para petani memunculkan gagasan ekonomi kerakyatan. Dan, kini, mimpi itu terwujud. Ya, kini, mereka memiliki lembaga perbankan yang kuat berupa koperasi peduli masyarakat atau kopmas. Koperasi beranggota ribuan orang petani itu memiliki kekayaan miliaran rupiah.

PEMBAHASAN

Padahal, kali pertama menghimpun dana mereka hanya mampu mengumpulkan modal awal Rp 15 juta dari iuran. Sumekto Hendro Kustanto (46) adalah orang paling berpengaruh dan menjadi pemrakarsa pendirian koperasi itu. Dia merangkul seluruh kepala desa di Kecamatan Kejajar untuk bersatu dengan tujuan sama: memandirikan petani. Dia menuturkan gagasan mendirikan koperasi muncul pertengahan 2003. Ya, pegawai negeri sipil di Kejajar itu memiliki ide-ide yang acap tergolong liar dan tak kenal batas. ’’Sekarang koperasi itu sudah berkembang.


Saya sangat bersyukur,’’katanya. Dia menyatakan pengembangan koperasi berbasis petani di Wonosobo salah satu solusi tepat. Sebab, pelaku usaha daerah Dieng didominasi para petani sehingga tak sepantasnya petani hanya menjadi objek perbankan dan tak bisa menjadi penggerak. Usai membentuk koperasi, dia mengumpulkan para pemangku kebijakan. Pelatihan manajemen pengelolaan koperasi, pembukuan keuangan, dan strategi penyelenggaraan koperasi serba-usaha mandiri merupakan langkah awal untuk mewujudkan koperasi berbasis petani itu. ’’Orang-orang yang dulu jadi pengurus progam PNPM Mandiri desa keluar,’’ ujar dia.


Optimistis Waktu itu, Sumekto optimistis banyak sumber daya manusia di sekitar Dieng yang mampu mengelola koperasi. Sebagian di antara mereka adalah sarjana ekonomi, juragan kentang, dan perangkat desa yang rata-rata mempunyai lahan pertanian. Model transaksi di koperasi ini, kata dia, berlandaskan kepercayaan. Artinya, petani yang meminjam uang tak perlu menggunakan agunan atau jaminan seperti di bank. Untuk menggalang dana koperasi, setiap anggota menanamkan modal bervariasi antara Rp 1 juta dan tak terbatas. Para dermawan dan juragan kentang yang mapan diperbolehkan investasi dengan sistem bagi hasil yang jelas. Tak kalah menarik adalah model penagihan utang bagi nasabah yang ngemplang. Karena bermodal kepercayaan, mereka tak pernah menggunakan jasa penagih utang. Jika ada yang menunggak akan dikunjungi para petani lain ke rumah. ’’Cara itu cukup efektif karena para petani malu ditagih berombongan.’’ Sumekto menyadari betul langkah itu sangat menantang.


Namun dia yakin para petani harus diajak berkembang agar mandiri. Sebab, tidak selamanya pemerintah menggelontorkan progam bantuan ke kelompok tani. Manfaat lain dari koperasi berbasis petani adalah bisa mendapat modal, pelatihan, dan pegelolaan manajemen usaha. Setiap kali ada kesempatan, Sumekto menengok koperasi beranggota lebih dari 4.000 orang dengan omzet sekitar Rp 3 miliar itu. Kali Pertama Tak hanya soal penyediaan dana, koperasi juga menyediakan akses bagi petani yang butuh pupuk dan keperluan pertanian. Akhir 2011, koperasi itu menggandeng Bank Bukopin untuk perluasan akses pasar.


Salah satu bank nasional itu menjual hasil panen petani dengan harga terjaga. Tafrihan, pengurus koperasi, mengemukakan pengembangan koperasi berbasis petani baru kali pertama di Wonosobo. Langkah itu diyakini bakal berhasil karena di Wonosobo mayoritas pelaku usaha dari kalangan petani. Dia menuturkan prospek koperasi yang digagas Sumekto dan kawankawan bisa diterapkan di tingkat desa dalam bentuk berbeda dari konsep koperasi petani selama ini. Sejauh ini setelah mendapat pelatihan, para petani akan mengikuti rangkaian studi banding di dua daerah dengan manajemen usaha yang baik, yakni Jepara dan Kudus. Para petani juga mendapatkan akses permodalan dan jaminan pasar hasil panen. Gedung koperasi itu cukup mewah dengan interior modern. Koperasi yang berdiri 19 September 2003 itu dibuatkan akta pendirian 9 Juli 2009. Setiap pagi di halaman gedung koperasi di Jalan Dieng Km 17 Gataksari, Desa Serang, Kejajar, ramai nasabah. Mereka mayoritas orangorang desa.


Siang hari petani yang baru pulang dari ladang mampir untuk mengurus pencairan dana atau menabung. Saat berbincang-bincang di rumahnya di Bukit Madukoro, Desa Bomerto, di bawah kaki Gunung Sindoro, Sumekto terlihat santai. Sambil mengisap rokok dan minum teh hangat, dia menyatakan bersyukur dan selalu berdoa untuk kelancaran koperasi agar petani tetap mandiri. Petani Dieng, kata dia, mampu mengendalikan harga hasil panen, tanpa campur tangan pemodal dari luar daerah. Karena itulah dia sungkan disebut pemrakarsa koperasi trersebut, meski saat ini dia didaulat jadi pembina.

Sumber :  suaramerdeka.com

Nama : Tanti Puspita
NPM : 26210819
Kelas : 2EB19

Tidak ada komentar:

Posting Komentar