PENDAHULUAN
Bisnis modern merupakan realitas yang sangat kompleks. Hal ini tidak
hanya terjadi pada bisnis makro, namun juga mikro. Banyak faktor yang
mempengaruhi dan menentukan kegiatan berbisnis. Sebagai kegiatan sosial,
bisnis dengan banyak cara terjalin dengan kompleksitas masyarakat
modern. Karena bisnis merupakan kegiatan sosial, yang di dalamnya
terlibat banyak orang, bisnis dapat dilihat sekurang-kurangnya dari 3
sudut pandang berbeda, antara lain: sudut pandang ekonomi, sudut pandang
hukum, dan sudut pandang etika.
Bisnis juga terikat dengan hukum. Dalam praktek hukum, banyak masalah
timbul dalam hubungan dengan bisnis, baik pada taraf nasional maupun
taraf internasional. Walaupun terdapat hubungan erat antara norma hukum
dan norma etika, namun dua macam hal itu tidak sama. Ketinggalan hukum,
dibandingkan dengan etika, tidak terbatas pada masalah-masalah baru,
misalnya, disebabkan perkembangan teknologi. Pada tahun 1985 di
Indonesia terjadi kasus menggemparkan dengan berita dalam media massa
Internasional tentang dibajaknya kaset rekaman yang memuat lagu-lagu
artis kondang dan dibuat untuk tujuan amal. Pada saat itu perbuatan
tersebut menurut hukum yang berlaku di Indonesia masih dimungkinkan,
tetapi dari segi etika tentu tidak dibenarkan karena dua alasan, pertama
dengan pembajakan kaset ini, berarti melanggar hak milik orang lain,
kedua pembajakan lebih jelek lagi karena kaset itu berkaitan dengan
maksud amal. Dapat dimengerti bila reaksi di luar negeri terhadap
pembajak Indonesia itu sangat tajam dan emosional.
Tanpa disadari, kasus pelanggaran etika bisnis merupakan hal yang
biasa dan wajar pada masa kini. Secara tidak sadar, kita sebenarnya
menyaksikan banyak pelanggaran etika bisnis dalam kegiatan berbisnis di
Indonesia. Banyak hal yang berhubungan dengan pelanggaran etika bisnis
yang sering dilakukan oleh para pebisnis yang tidak bertanggung jawab di
Indonesia. Berbagai hal tersebut merupakan bentuk dari persaingan yang
tidak sehat oleh para pebisnis yang ingin menguasai pasar. Selain untuk
menguasai pasar, terdapat faktor lain yang juga mempengaruhi para
pebisnis untuk melakukan pelanggaran etika bisnis, antara lain untuk
memperluas pangsa pasar, serta mendapatkan banyak keuntungan. Ketiga
faktor tersebut merupakan alasan yang umum untuk para pebisnis melakukan
pelanggaran etika dengan berbagai cara.
PEMBAHAAN
Pengertian Etika Bisnis
Sepanjang sejarah, kegiatan perdagangan ataupun bisnis tidak pernah
luput dari sorotan etika. Perhatian etika untuk bisnis seumur dengan
bisnis itu sendiri. Sejak manusia terjun ke bidang perniagaan, disadari
juga kegiatan ini tidak terlepas dari masalah etika. Sesuai fungsinya
baik secara makro maupun mikro, sebuah bisnis yang baik harus memiliki
etika dan tanggung jawab sosial. Pada nantinya, jika suatu bisnis
dijalankan berdasarkan etika dan tanggung jawab sosial, tidak hanya
lingkungan makro dan mikronya saja yang mendapat keuntungan, namun
perusahaan itu sendiri juga akan mendapatkan keuntungan secara langsung.
Pengertian etika sering kali disamakan dengan pengertian moral. Yang
dimaksud ajaran moral adalah wejangan-wejangan, khotbah-khotbah,
patokan-patokan, serta kumpulan peraturan dan ketetapan baik lisan
maupun tertulis, tentang bagaimana manusia harus hidup dan ia bertindak
agar menjadi manusia yang baik. Sedangkan etika adalah pemikiran yang
kritis dan mendasar mengenai ajaran moral. Oleh karena itu harus
dibedakan dengan ajaran moral.
Etika harus dibedakan dengan etiket. Etiket berasal dari bahasa Prancis ‘etiquette’ yang berarti tata cara pergaulan yang baik antara sesama manusia. Sementara itu, etika berasal dari bahasa Latin ‘ethos’ yang berarti falsafah moral dan dan merupakan cara hidup yang benar dilihat dari sudut budaya, susila, dan agama.
Kata “etika” dan “etis” tidak selalu dipakai pada arti yang sama.
Karena itu pula “etika bisnis” bisa berbeda artinya. Etika sebagai
praksis berarti nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh dipraktekkan
atau justru tidak dipraktekan, walaupun seharusnya dipraktekkan.
Sedangkan etis merupakan sifat dari tindakan yang sesuai dengan etika.
Definisi etika bisnis sendiri sangat beraneka ragam tetapi memiliki
satu pengertian yang sama, yaitu pengetahuan tentang tata cara ideal
pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas
yang berlaku secara universal dan secara ekonomi/sosial, dan penerapan
norma dan moralitas ini menunjang maksud dan tujuan kegiatan bisnis
(Muslich,1998:4). Ada juga yang mendefinisikan etika bisnis sebagai
batasan-batasan sosial, ekonomi, dan hukum yang bersumber dari
nilai-nilai moral masyarakat yang harus dipertanggungjawabkan oleh
perusahaan dalam setiap aktivitasnya (Amirullah & Imam Hardjanto,
2005).
Pada kesempatan lain, ada juga yang mengemukakan pengertian etika
bisnis secara sederhana adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan
berbisnis yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu,
perusahaan, industri, juga masyarakat. Kesemuanya ini mencakup bagaimana
menjalankan bisnis secara adil sesuai dengan hukum yang berlaku, dan
tidak bergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan di
masyarakat. Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh
hukum, bahkan merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar
minimal ketentuan hukum, karena dalam bisinis seringkali ditemukan
wilayah abu-abu yang tidak diatur oleh hukum.
Dari berbagai pendapat diatas, ada banyak pengertian tentang etika
bisnis. Yang terpenting bagi pelaku bisnis adalah bagaimana menempatkan
etika pada kedudukan yang pantas di dunia bisnis. Tugas pelaku bisnis
adalah berorientasi pada norma-norma moral. Dalam melaksanakan pekerjaan
sehari-hari dia selalu berusaha dalam kerangka ‘etis’, yaitu tidak
merugikan siapapun secara moral.
Etika bisnis mempunyai prinsip-prinsip yang harus ditempuh oleh
perusahaan untuk mencapai tujuannya dan harus dijadikan pedoman agar
mempunyai standar baku yang mencegah timbulnya ketimpangan dalam
memandang etika moral sebagai standar kerja atau operasional perusahaan,
Muchlish (1998:31-33) mengemukakan prinsip-prinsip etika bisnis sebagai
berikut :
1) Prinsip otonomi
Prinsip otonomi memandang bahwa perusahaan secara bebas memiliki
wewenang sesuai dengan bidang yang dilakukan dan pelaksanaannya dengan
visi dan misi yang dimilikinya. Kebijakan yang diambil perusahaan harus
diarahkan untuk pengembangan visi dan misi perusahaan yang berorientasi
pada kemakmuran dan kesejahteraan karyawan dan komunitasnya.
2)Prinsip kejujuran
Kejujuran merupakan nilai yang paling mendasar dalam mendukung
keberhasilan perusahaan. Kejujuran harus diarahkan pada semua pihak,
baik internal maupun eksternal perusahaan. Jika prinsip kejujuran ini
dapat dipegang teguh oleh perusahaan, maka akan dapat meningkatkan
kepercayaan dari lingkungan perusahaan tersebut.
3) Prinsip tidak berniat jahat
Prinsip ini ada hubungan erat dengan prinsip kejujuran. Penerapan
prinsip kejujuran yang ketat akan mampu meredam niat jahat perusahaan
itu.
Selain yang tersebut di atas, Sony Keraf (1998) menjelaskan bahwa prinsip-prinsip etika bisnis adalah sebagai berikut :
1. Prinsip otonomi
Prinsip otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil
keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang
dianggapnya baik untuk dilakukan.
2. Prinsip kejujuran
Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara
jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau
tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pemenuhan
syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kedua, kejujuran dalam penawaran
barang atau jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga, jujur
dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.
3. Prinsip keadilan
Prinsip ini menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama
sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai kriteria yang rasional
obyektif, serta dapat dipertanggung jawabkan.
1) Prinsip saling menguntungkan (mutual benefit principle)
Pada prinsip ini, pebisnis dituntut agar menjalankan bisnis sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak.
2) Prinsip integritas moral
Terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis
atau perusahaan, agar perlu menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama
baik pimpinan atau orang-orangnya maupun perusahaannya.
Sonny juga menjelaskan, bahwa sesungguhnya banyak perusahaan besar
telah mengambil langkah yang tepat ke arah penerapan prinsip-prinsip
etika bisnis ini, kendati prinsip yang dianut bisa beragam. Pertama-tama
membangun apa yang dikenal sebagai budaya perusahaan (corporate culture).
Budaya perusahaan ini mula pertama dibangun atas dasar visi atau
filsafat bisnis pendiri suatu perusahaan sebagai penghayatan pribadi
orang tersebut mengenai bisnis yang baik. Visi ini kemudian diberlakukan
bagi perusahaannya, yang berarti visi ini kemudian menjadi sikap dan
perilaku organisasi dari perusahaan tersebut baik keluar maupun kedalam.
Maka terbangunlah sebuah etos bisnis, sebuah kebiasaan yang ditanamkan
kepada semua karyawan sejak diterima masuk dalam perusahaan maupun
secara terus menerus dievaluasi dalam konteks penyegaran di perusahaan
tersebut. Etos inilah yang menjadi jiwa yang menyatukan sekaligus juga
menyemangati seluruh karyawan untuk bersikap dan berpola perilaku yang
kurang lebih sama berdasarkan prinsip yang dianut perusahaan. Berkembang
tidaknya sebuah etos bisnis ditentukan oleh gaya kepemimpinan dalam
perusahaan tersebut.
Etika bisnis dalam suatu perusahaan mempunyai peranan yang sangat
penting, yaitu untuk membentuk suatu bisnis yang kokoh dan kuat dan
mempunyai daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan untuk
menciptakan nilai yang tinggi.
Tolok ukur dalam etika bisnis adalah standar moral. Seorang pengusaha
yang beretika selalu mempertimbangkan standar moral dalam mengambil
keputusan, apakah keputusan ini dinilai baik atau buruk oleh masyarakat,
apakah keputusan ini berdampak baik atau buruk bagi orang lain, atau
apakah keputusan ini melanggar hukum.
Dalam menciptakan etika bisnis perlu diperhatikan beberapa hal,
antara lain pengendalian diri, pengembangan tanggung jawab sosial,
mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan
konsep pembangunan yang berkelanjutan, mampu menyatakan hal yang benar,
dan lain sebagainya.
Etika Bisnis dalam Praktek Bisnis di Indonesia
Pelanggaran etika bisa terjadi di mana saja, termasuk dalam dunia
bisnis. Untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya banyak
perusahaan yang menghalalkan segala cara. Praktek curang ini bukan saja
merugikan masyarakat, tapi perusahaan itu sendiri sebenarnya.
Perilaku etis dalam kegiatan berbisnis adalah sesuatu yang penting
demi kelangsungan hidup bisnis itu sendiri. Bisnis yang tidak etis akan
merugikan bisnis itu sendiri terutama jika dilihat dari perspektif
jangka panjang. Bisnis yang baik bukan saja bisnis yang menguntungkan,
tetapi bisnis yang baik adalah selain bisnis tersebut menguntungkan juga
bisnis yang baik secara moral.
Banyak hal yang berhubungan dengan pelanggaran etika bisnis yang
sering dilakukan oleh para pebisnis yang tidak bertanggung jawab di
Indonesia. Praktek bisnis yang terjadi selama ini dinilai masih
cenderung mengabaikan etika, rasa keadilan dan kerapkali diwarnai
praktek-praktek tidak terpuji atau moral hazard.
Pelanggaran etika yang sering dilakukan oleh pihak swasta, menurut ketua Taufiequrachman Ruki (Ketua KPK Periode 2003-2007),
adalah penyuapan dan pemerasan. Berdasarkan data Bank Dunia, setiap
tahun di seluruh dunia sebanyak US$ 1 triliun (sekitar Rp 9.000 triliun)
dihabiskan untuk suap. Dana itu diyakini telah meningkatkan biaya
operasional perusahaan. (Koran Tempo - 05/08/2006)
Di bidang keuangan, banyak perusahaan-perusahaan yang melakukan pelanggaran etika. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Erni Rusyani,
terungkap bahwa hampir 61.9% dari 21 perusahaan makanan dan minuman
yang terdaftar di BEJ tidak lengkap dalam menyampaikan laporan
keuangannya (not available).
Pelanggaran etika perusahaan terhadap pelanggannya di Indonesia
merupakan fenomena yang sudah sering terjadi. Contohnya adalah kasus
pelezat masakan merek ”A”. Kehalalan “A” dipersoalkan Majelis Ulama
Indonesia (MUI) pada akhir Desember 2000 setelah ditemukan bahwa
pengembangan bakteri untuk proses fermentasi tetes tebu (molase), mengandung bactosoytone (nutrisi untuk pertumbuhan bakteri), yang merupakan hasil hidrolisa enzim kedelai terhadap biokatalisator porcine yang berasal dari pankreas babi.
Kasus lainnya, adalah produk minuman berenergi yang sebagian
produknya diduga mengandung nikotin lebih dari batas yang diizinkan oleh
Badan Pengawas Obat dan Minuman. Kita juga masih ingat, obat
anti-nyamuk “H” yang dilarang beredar karena mengandung bahan berbahaya.
Pada kasus lain, suatu perusahaan di kawasan di Kalimantan melakukan
sayembara untuk memburu hewan Pongo. Hal ini dilakukan untuk
menghilangkan habitat hewan tersebut untuk digunakan sebagai lahan
perkebunan sawit. Hal ini merupakan masalah bagi pemerintah dan dunia
usaha, dimana suatu usaha dituntut untuk tetap melestarikan alam
berdampingan dengan kegiatan usahanya.
Selain itu, pelanggaran juga dilakukan oleh suatu perusahaan di
kawasan Jawa Barat. Perusahaan tersebut membuang limbah kawat dengan
cara membakar kawat tersebut tersebut. Hal ini menyebabkan asap hitam
pekat yang membuat orang mengalami sesak napas dan pusing saat
menghirupnya. Perusahaan tersebut disinyalir tidak melakukan penyaringan
udara saat pembakaran berlangsung. Hal ini dapat mempengaruhi kesehatan
masyarakat sekitar yang berdekatan dengan lokasi pabrik tersebut.
Contoh kasus lain, sebuah perusahaan yang merupakan suplier resmi
dari Petronas melakukan kecurangan bisnis dengan mengoplos solar menjadi
minyak tanah dan menjualnya kepada masyaraka. Hal ini tentu menjelekkan
nama baik Petronas. Selain itu hal ini juga menyebabkan konsumen
Petronas tidak percaya lagi dengan produk-produk Petronas.
Contoh lain yang nyata, yang sering kita saksikan sendiri atau
mungkin bahkan kita pernah mengalaminya sendiri saat membeli
buah-buahan. Buah yang sudah dipilih, saat membungkus buah pilihan
tersebut pedagang menukarnya dengan buah-buahan yang tidak baik
kualitasnya tanpa sepengetahuan pembeli. Atau kasus mengurangi
timbangan. Alat timbangan dipasangi benda yang dapat memberatkan
timbangan. Hal ini menyebabkan hasil timbangan akan berkurang.
Atau tindakan pengoplosan bahan baku dalam pembuatan makanan kecil
atau makanan ringan. Juga tindakan pemberian zat-zat berbahaya pada
makanan kecil yang dijual. Banyak tindakan menyimpang yang dilakukan
oleh pebisnis, baik kecil maupun besar, untuk mendapatkan keuntungan
yang berlipat ganda tanpa memikirkan efek negatif yang akan terjadi. Hal
ini pada akhirnya hanya akan memyebabkan kerugian pada konsumen, juga
pada perusahaan itu sendiri. Kepercayaan yang diberikan konsumen kepada
perusahaan tersebut akan hilang, dan hanya akan membuat perusahaan
tersebut kehilangan konsumennya. Kejujuran adalah asset penting bagi
suatu perusahaan untuk melangsungkan kegiatan berbisnis.
Walaupun berbagai kasus tersebut banyak terjadi di Indonesia, namun
tidak semua perusahaan atau pebisnis di Indonesia melakukan pelanggaran
etika dalam kegiatan berbisnis yang dijalankannnya. Masih banyak
pebisnis yang menerapkan etika bisnis dalam kegiatan berbisnis yang
dijalankannya. Dalam hal ini, perusahaan tidak berpikir pada keuntungan
jangka pendek. Tidak perlu melakukan kecurangan pada praktek berbisnis
akan memberikan keuntungan jangka panjang. Hal ini sebenarnya lebih
penting bagi para pebisnis daripada keuntungan yang banyak dalam sekali
waktu, dan pada waktu selanjutnya kegiatan berbisnis harus dihentikan
karena berbagai pihak yang terlibat dalam kegiatan bisnisnya tidak
mempercayai lagi.
Bentuk pelanggaran etika bisnis dalam kegiatan berbisnis di Indonesia
Mempraktekkan bisnis dengan etiket berarti mempraktekkan tata cara
bisnis yang sopan dan santun sehingga kehidupan bisnis menyenangkan
karena saling menghormati. Etiket berbisnis diterapkan pada sikap
kehidupan berkantor, sikap menghadapi rekan-rekan bisnis, dan sikap di
mana kita tergabung dalam organisasi. Itu berupa senyum — sebagai
apresiasi yang tulus dan terima kasih, tidak menyalahgunakan kedudukan
dan kekayaan, tidak lekas tersinggung, kontrol diri, toleran, dan tidak
memotong pembicaraan orang lain.
Dengan kata lain, etiket bisnis itu memelihara suasana yang
menyenangkan, menimbulkan rasa saling menghargai, meningkatkan efisiensi
kerja, dan meningkatkan citra pribadi dan perusahaan. Berbisnis dengan
etika bisnis adalah menerapkan aturan-aturan umum mengenai etika pada
perilaku bisnis. Etika bisnis menyangkut moral, kontak sosial, hak-hak
dan kewajiban, prinsip-prinsip dan aturan-aturan.
Jika aturan secara umum mengenai etika mengatakan bahwa berlaku tidak
jujur adalah tidak bermoral dan beretika, maka setiap insan bisnis yang
tidak berlaku jujur dengan pegawainya, pelanggan, kreditur, pemegang
usaha maupun pesaing dan masyarakat, maka ia dikatakan tidak etis dan
tidak bermoral
Berikut adalah bentuk-bentuk pelanggaran etika bisnis dan contoh pelanggaran etika dalam kegiatan bisnis di Indonesia :
1. Pelanggaran etika bisnis terhadap hukum
Contoh pelanggaran tersebut seperti sebuah perusahaan X karena
kondisi perusahaan yang pailit akhirnya memutuskan untuk melakukan PHK
kepada karyawannya. Namun dalam melakukan PHK itu, perusahaan sama
sekali tidak memberikan pesangon sebagaimana yang diatur dalam UU No.
13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam kasus ini perusahaan X dapat
dikatakan melanggar prinsip kepatuhan terhadap hukum.
2. Pelanggaran etika bisnis terhadap transparansi
Sebuah Yayasan X menyelenggarakan pendidikan setingkat SMA. Pada
tahun ajaran baru sekolah mengenakan biaya sebesar Rp 500.000,- kepada
setiap siswa baru. Pungutan sekolah ini sama sekali tidak diinformasikan
kepada mereka saat akan mendaftar, sehingga setelah diterima mau tidak
mau mereka harus membayar. Disamping itu tidak ada informasi maupun
penjelasan resmi tentang penggunaan uang itu kepada wali murid. Setelah
didesak oleh banyak pihak, yayasan baru memberikan informasi bahwa uang
itu dipergunakan untuk pembelian seragam guru. Dalam kasus ini, pihak
yayasan dan sekolah dapat dikategorikan melanggar prinsip transparansi.
3.Pelanggaran etika bisnis terhadap akuntabilitas
Sebuah RS Swasta melalui pihak Pengurus mengumumkan kepada seluruh
karyawan yang akan mendaftar PNS secara otomotis dinyatakan mengundurkan
diri. A sebagai salah seorang karyawan di RS Swasta itu mengabaikan
pengumuman dari pihak pengurus karena menurut pendapatnya ia diangkat
oleh Pengelola, dalam hal ini direktur, sehingga segala hak dan
kewajiban dia berhubungan dengan Pengelola bukan Pengurus. Pihak
Pengelola sendiri tidak memberikan surat edaran resmi mengenai kebijakan
tersebut. Karena sikapnya itu, A akhirnya dinyatakan mengundurkan diri.
Dari kasus ini RS Swasta itu dapat dikatakan melanggar prinsip
akuntabilitas karena tidak ada kejelasan fungsi, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban antara Pengelola dan Pengurus Rumah Sakit
4. Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip pertanggungjawaban
Sebuah perusahaan PJTKI di Yogyakarta melakukan rekrutmen untuk tenaga baby sitter.
Dalam pengumuman dan perjanjian dinyatakan bahwa perusahaan berjanji
akan mengirimkan calon TKI setelah 2 bulan mengikuti training dijanjikan
akan dikirim ke negara-negara tujuan. Bahkan perusahaan tersebut
menjanjikan bahwa segala biaya yang dikeluarkan pelamar akan
dikembalikan jika mereka tidak jadi berangkat ke negara tujuan. B yang
tertarik dengan tawaran tersebut langsung mendaftar dan mengeluarkan
biaya sebanyak Rp 7 juta untuk ongkos administrasi dan pengurusan visa
dan paspor. Namun setelah 2 bulan training, B tak kunjung
diberangkatkan, bahkan hingga satu tahun tidak ada kejelasan. Ketika
dikonfirmasi, perusahaan PJTKI itu selalu berkilah ada penundaan, begitu
seterusnya. Dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa Perusahaan PJTKI
tersebut telah melanggar prinsip pertanggungjawaban dengan mengabaikan
hak-hak B sebagai calon TKI yang seharusnya diberangkatkan ke negara
lain tujuan untuk bekerja.
5. Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kewajaran
Sebuah perusahaan properti ternama di Yogjakarta tidak memberikan surat ijin membangun rumah dari developer
kepada dua orang konsumennya di kawasan kavling perumahan milik
perusahaan tersebut. Konsumen pertama sudah memenuhi kewajibannya
membayar harga tanah sesuai kesepakatan dan biaya administrasi lainnya.
Sementara konsumen kedua masih mempunyai kewajiban membayar kelebihan
tanah, karena setiap kali akan membayar pihak developer selalu
menolak dengan alasan belum ada ijin dari pusat perusahaan (pusatnya di
Jakarta). Yang aneh adalah di kawasan kavling itu hanya dua orang ini
yang belum mengantongi izin pembangunan rumah, sementara 30 konsumen
lainnya sudah diberi izin dan rumah mereka sudah dibangun semuannya.
Alasan yang dikemukakan perusahaan itu adalah ingin memberikan pelajaran
kepada dua konsumen tadi karena dua orang ini telah memprovokasi
konsumen lainnya untuk melakukan penuntutan segera pemberian izin
pembangunan rumah. Dari kasus ini perusahaan properti tersebut telah
melanggar prinsip kewajaran (fairness) karena tidak memenuhi hak-hak stakeholder (konsumen) dengan alasan yang tidak masuk akal.
6. Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kejujuran
Sebuah perusahaan pengembang di Sleman membuat kesepakatan dengan
sebuah perusahaan kontraktor untuk membangun sebuah perumahan. Sesuai
dengan kesepakatan pihak pengembang memberikan spesifikasi bangunan
kepada kontraktor. Namun dalam pelaksanaannya, perusahaan kontraktor
melakukan penurunan kualitas spesifikasi bangunan tanpa sepengetahuan
perusahaan pengembang. Selang beberapa bulan kondisi bangunan sudah
mengalami kerusakan serius. Dalam kasus ini pihak perusahaan kontraktor
dapat dikatakan telah melanggar prinsip kejujuran karena tidak memenuhi
spesifikasi bangunan yang telah disepakati bersama dengan perusahaan
pengembang
7. Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip empati
Seorang nasabah X dari perusahaan pembiayaan terlambat membayar
angsuran mobil sesuai tanggal jatuh tempo karena anaknya sakit parah. X
sudah memberitahukan kepada pihak perusahaan tentang keterlambatannya
membayar angsuran, namun tidak mendapatkan respon dari perusahaan.
Beberapa minggu setelah jatuh tempo pihak perusahaan langsung mendatangi
X untuk menagih angsuran dan mengancam akan mengambil mobil yang masih
diangsur itu. Pihak perusahaan menagih dengan cara yang tidak sopan dan
melakukan tekanan psikologis kepada nasabah. Dalam kasus ini kita dapat
mengkategorikan pihak perusahaan telah melakukan pelanggaran prinsip
empati pada nasabah karena sebenarnya pihak perusahaan dapat memberikan
peringatan kepada nasabah itu dengan cara yang bijak dan tepat.
Faktor-faktor pebisnis melakukan pelanggaran etika bisnis
Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pebisnis dilatarbelakangi oleh
berbagai hal. Salah satu hal tersebut adalah untuk mencapai keuntungan
yang sebanyak-banyaknya, tanpa memikirkan dampak buruk yang terjadi
selanjutnya. Faktor lain yang membuat pebisnis melakukan pelanggaran
antara lain :
- Banyaknya kompetitor baru dengan produk mereka yang lebih menarik
- Ingin menambah pangsa pasar
- Ingin menguasai pasar.
Dari ketiga faktor tersebut, faktor pertama adalah faktor yang
memiliki pengaruh paling kuat. Untuk mempertahankan produk perusahaan
tetap menjadi yang utama, dibuatlah iklan dengan sindiran-sindiran pada
produk lain. Iklan dibuat hanya untuk mengunggulkann produk sendiri,
tanpa ada keunggulan dari produk tersebut. Iklan hanya bertujuan untuk
menjelek-jelekkan produk iklan lain.
Selain ketiga faktor tersebut, masih banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi. Gwynn Nettler dalam bukunya Lying, Cheating and Stealing memberikan kesimpulan tentang sebab-sebab seseorang berbuat curang, yaitu :
- Orang yang sering mengalami kegagalan cenderung sering melakukan kecurangan.
- Orang yang tidak disukai atau tidak menyukai dirinya sendiri cenderung menjadi pendusta.
- Orang yang hanya menuruti kata hatinya, bingung dan tidak dapat menangguhkan keinginan memuaskan hatinya, cenderung berbuat curang.
- Orang yang memiliki hati nurani (mempunyai rasa takut, prihatin dan rasa tersiksa) akan lebih mempunyai rasa melawan terhadap godaan untuk berbuat curang.
- Orang yang cerdas (intelligent) cenderung menjadi lebih jujur dari pada orang yang dungu (ignorant).
- Orang yang berkedudukan menengah atau tinggi cenderung menjadi lebih jujur.
- Kesempatan yang mudah untuk berbuat curang atau mencuri, akan mendorong orang melakukannya.
- Masing-masing individu mempunyai kebutuhan yang berbeda dan karena itu menempati tingkat yang berbeda, sehingga mudah tergerak untuk berbohong, berlaku curang atau menjadi pencuri.
- Kehendak berbohong, main curang dan mencuri akan meningkat apabila orang mendapat tekanan yang besar untuk mencapai tujuan yang dirasakannya sangat penting.
- Perjuangan untuk menyelamatkan nyawa mendorong untuk berlaku tidak jujur.
Dapat disimpulkan, dilihat dari berbagai fakta yang telah dijelaskan di atas, pembisnis di Indonesia banyak yang melakukan pelanggaran etika dalam menjalankan kegiatan berbisnisnya. Walaupun tidak dapat dikatakan semua pebisnis melanggar etika. Pebisnis yang melanggar etika bukan hanya dari kalangan pebisnis yang mempunyai perusahaan besar dan maju, namun juga dilakukan pebisnis kecil yang menjalani bisnisnya dengan modal yang kecil.
Nama : Tanti Puspita
NPM : 26210819
Kelas : 2EB19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar